Peluncuran Modul “Korupsi dan Transisi Energi” dan Diskusi Publik ICW: Mengupas Kerentanan Tata Kelola Energi

Indonesia Corruption Watch (ICW) meluncurkan modul terbaru di platform Akademi Antikorupsi berjudul “Korupsi dan Transisi Energi” pada 28 Juli 2025. Kegiatan ini disertai diskusi publik bertajuk “Membedah Kerentanan Korupsi dalam Transisi Energi” yang berlangsung di Resonansi ICW. Kegiatan diikuti oleh jaringan masyarakat sipil, mahasiswa, media, dan publik umum.
Diskusi tersebut menghadirkan tiga narasumber; Sartika Nur Shalati dari Yayasan Cerah, Egi Primayogha dari ICW, dan Eky Priyagung yang mewakili Influencer sekaligus Alumni Anticorruption Class (AYOC) ICW Halmahera. Selain itu, agenda tersebut juga diramaikan sesi hiburan yang diisi dengan stand up comedy dari Rio Chan.
Sartika membuka diskusi dengan memaparkan definisi dan konsep transisi energi serta menyoroti kompleksitas transisi energi. Ia menjelaskan bahwa proses ini bukan semata persoalan teknologi, tetapi menyangkut perubahan sosial, ekonomi, dan lingkungan yang perlu dijalankan secara inklusif dan partisipatif. Sartika menekankan pentingnya melibatkan masyarakat terdampak sebagai subjek pengambilan keputusan, bukan hanya sebagai penerima manfaat.
Ia juga mengkritik pendekatan top-down yang selama ini dijalankan pemerintah, dengan mencontohkan kasus proyek PLTS di Desa Weharu, Lampung, yang gagal memberi dampak nyata utamanya bagi masyarakat sekitar. Menurutnya, keberhasilan transisi energi hanya dapat dicapai dengan mendorong demokratisasi energi dan memperkuat model penguatan energi bersih bersama komunitas.
Selain Sartika, Egi Primayoga yang merupakan peneliti dari ICW, menambahkan bahwa narasi transisi energi perlu diperluas. Selain sektor kelistrikan, sektor pertambangan mineral kritis seperti nikel, kobalt, dan tembaga harus masuk dalam pembahasan karena menjadi bahan baku utama teknologi energi terbarukan. Ia mengingatkan bahwa meningkatnya permintaan mineral ini berisiko melanggengkan eksploitasi dan memperparah konflik sosial–terutama jika tidak diiringi dengan prinsip keberlanjutan dan keadilan.
Egi menegaskan bahwa tanpa tata kelola yang kuat, transisi energi berpotensi memperparah ketimpangan dan merugikan masyarakat sekitar tambang.
Sebagai penutup, Eky Priyagung yang juga merupakan narasumber ke tiga, sekaligus alumni Anticorruption Youth Class (AYOC) Halmahera, berbagi perspektif dari lapangan. Ia menceritakan dampak langsung aktivitas tambang nikel terhadap masyarakat Halmahera dan Maluku Utara, seperti pencemaran lingkungan, penggusuran, hingga kriminalisasi warga. Menurutnya, transisi energi yang adil hanya bisa terwujud jika masyarakat lokal diberi ruang untuk terlibat dan melakukan pengawasan atas setiap prosesnya.
Diskusi dan pembuatan modul ini tentunya mempertegas bahwa transisi energi bukan sekadar soal pergantian sumber daya, tetapi juga persoalan keadilan, partisipasi, dan tata kelola. Modul “Korupsi dan Transisi Energi” yang diluncurkan Akademi Antikorupsi ICW diharapkan dapat menjadi sumber pembelajaran kritis bagi publik untuk memahami potensi risiko korupsi dalam proses transisi, sekaligus mendorong keterlibatan aktif masyarakat sipil dalam mengawal kebijakan transisi energi yang inklusif dan berkeadilan.
Modul ini dapat diakses melalui tautan akademi.antikorupsi.org dan tidak berbayar serta peserta yang menyelesaikan pembelajaran akan mendapatkan sertifikat. Akademi Antikorupsi memberikan ruang bagi semua kalangan untuk belajar antikorupsi dengan mudah dan bisa dilakukan dimana saja. Memahami korupsi artinya kita mampu mencegahnya. Mari jadikan pembelajaran ini sebagai awal dari aksi nyata.
(Penulis: Aulia Novirta / Editor: Nisa Rizkiah)