Dengan keberadaan Pasal 4B yang menyatakan kerugian BUMN bukan lagi merupakan kerugian negara, serta Pasal 9G yang mengatur bahwa anggota Direksi, Komisaris, dan Dewan Pengawas BUMN bukan lagi masuk dalam kategori penyelenggara negara, Indonesia Corruption Watch (ICW), Themis Indonesia, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menilai bahwa kasus korupsi di lingkungan BUMN bukan hanya akan semakin marak, tetapi juga berpotensi untuk tidak dapat ditindak lagi oleh aparat penegak hukum.
Pada hari Senin (24/2), Prabowo Subianto meresmikan pendirian Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara). Di saat yang sama, ia juga meneken tiga produk hukum yang berkaitan dengan pembentukan badan investasi milik negara teranyar ini, yakni: Keputusan Presiden No. 30 Tahun 2025 tentang Pengangkatan Dewan Pengawas dan Badan Pelaksana Badan Pengelola Investasi Danantara Indonesia; Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2025 tentang Organisasi dan Tata Kelola BPI Danantara; serta UU No. 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU No.
Kejaksaan Agung beberapa hari silam menetapkan Helena Lin dan Harvey Moeis sebagai dua tersangka baru dari kasus korupsi di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk pada 2015–2022. Kasus korupsi PT Timah menunjukkan tata kelola yang buruk, perlu pengawalan terhadap perhitungan kerugian negara dari kerusakan lingkungan, dan pengembangan kasus untuk menjerat tersangka lain. Berikut adalah catatan ICW terhadap kasus tersebut.
Konsiderans Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU 19/2003) telah meletakkan pondasi utama pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Aturan itu menyebutkan, dalam rangka mengoptimalkan peran BUMN, tata kepengurusan dan pengawasannya harus dilakukan secara profesional. Bukan cuma itu, kewajiban BUMN bertindak profesional juga tertuang dalam Peraturan Menteri Negara BUMN Nomor: Per-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik pada BUMN.
Konsiderans Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU 19/2003) telah meletakkan pondasi utama pengelolaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Aturan ini menyebutkan, dalam rangka mengoptimalkan peran BUMN, tata kepengurusan dan pengawasannya harus dilakukan secara profesional. Peran komisaris dan dewan pengawas terbilang krusial sebagai upaya mencapai tujuan pembentukan suatu BUMN.
ICW mengeluarkan kajian Tren Penindakan Kasus Korupsi BUMN dengan intensi untuk melihat kasus-kasus korupsi yang disidik oleh aparat penegak hukum di lingkungan BUMN sepanjang tahun 2016 - 2021.
Kajian ini juga bertujuan untuk memetakan titik rawan praktik korupsi dalam tubuh BUMN. Lebih dari itu, kajian ini berangkat dari asumsi bahwa cita-cita pembentukan BUMN yang mengemban fungsi sebagai badan yang menjalankan dua fungsi utama—pelayanan publik dan sebagai sumber penghasilan negara, korupsi masih menjadi hambatan utama untuk mencapai tujuan ideal BUMN.